Berdasarkan data Tabloid Bijak, JPU Willy Ade Chaidir SH dalam memori
kasasinya menjelaskan terdakwa Kaharuddin bersalah melakukan pidana
gabungan beberapa perbuatan membuat surat palsu, sebagaimana diancam
pidana dalam pasal 263 ayat 1 KUHP jo pasal 65 ayat 1 KUHP.
Tuduhan surat palsu yang dipergunakan terdakwa Kaharuddin menggugat
perdata kaum suku Chabiago tersebut berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan
Pusat Laboratorium Forensik Mabes Polisi melalui suratnya
Nomor;474/DF/1994 Tanggal 16 Juli 1994.
“Surat palsu itu berupa foto surat keterangan pagang gadai berbahasa Arab Melayu tertanggal 1909.
Kemudian surat itu diterjemahkan oleh Kepala Kantor Urusan (KUA)
Kecamatan Nanggalo, 12 Oktober 1992,” kata Darman Rasyad kepada Tabloid
Bijak.
Begitu juga dengan surat keterangan Buyung Enek diatas segel yang
ditandatangani di Belanti Timur, 19 Meret 1995, M Janar yang
ditandatangani di atas segel Alai Timur Padang, 5 Apil 1995, serta
Rahman yang ditandangani diatas segel Belanti Timur, 15 Mei 1995.
“Terdakwa Kaharuddin diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Willy Ade
Chaidir SH kepersidangan berdasarkan surat Nomor
registrasi.PRK.PDM.406/EP.1/Padang/09/2005,” kata Darman Rasyad sembari
memperlihat dokumen.
Kemudian, lanjut Darman, Ketua Majelis Hakim yang dipimpin Busra SH
dengan hakim anggota, Tamto SH MH dan Abdul Aziz SH, memvonis bebas
Kaharuddin, dan mengabaikan Berita Acara Perkara Pusat Labotrarium
Forensik Mabes Polri melalui suratnya Nomor:474/DF/1994, tanggal 16 Juli
1994.
Selanjutnya, keterangan saksi ahli Prof Dr Yulia Mirwati SH CN MH.
Katanya, surat dikatakan palsu apabila tandatangan disangkal atau isinya
disangkal, surat tersebut untuk mengalihkan hak atau bentuk-bentuk yang
merugikan pihak lain, atau isinya tidak diketahui oleh yang
menandatangi. Jika surat itu dibuat dan tidak dimengerti tentang isinya,
maka surat itu palsu. Jika isinya tidak diketahui maka surat tersebut
palsu. Jika surat tersebut mengakibatkan perpindahan hak maka harus
diketahui oleh yang menandatangi. (Y a)
Post a Comment